PERAN GENDER DALAM KELUARGA
Nama : Juni
Purnomo
NPM :
15214742
Jurusan : Manajemen
Dosen :
Rowland B.F Pasaribu
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Dalam
kehidupan sehari-hari kata gender mengalami berbagai penafsiran dan tanggapan
yang sering kurang tepat. Pemahaman mengenai gender menjadi sesuatu yang sangat
penting artinya bagi semua kalangan, baik dalam pemerintahan, swasta,
masyarakat maupun keluarga. Melalui pemahaman yang benar mengenai gender
diharapkan secara bertahap diskriminasi perlakuan terhadap perempuan dapat
diperkecil sehingga perempuan dapat memanfaatkan kesempatan dan peluang yang
diberikan untuk berperan lebih besar dalam berbagai aspek kehidupan. Gender
adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana laki lakidan
perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
oleh kultur setempat yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan, dan posisi
dalam masyarakat tersebut. Seks atau jenis kelamin merupakan perbedaan antara
laki-laki dengan perempuan berdasarkan ciri biologisnya. Manusia yang berjenis
kelamin laki-laki adalah manusia yang bercirikan memiliki penis, memiliki
jakala (kala menjing), dan memproduksi sperma. Perempuan memiliki alat
reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur,
memiliki vagina, dan memiliki alat menyusui (Mansour Fakih, 2008: 8). Pembedaan
laki-laki dengan perempuan berdasarkan sex atau jenis kelamin merupakan suatu
kodrat atau ketentuan dari Tuhan. Ciri-ciri biologis yang melekat pada
masing-masing jenis kelamin tidak dapat dipertukarkan. Alat-alat yang dimiliki
laki-laki maupun perempuan tidak akan pernah berubah atau bersifat permanen. Dalam
konsep gender, pembedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan
konstruksi secara sosial maupun budaya. Perilaku yang menjadi identitas
laki-laki maupun perempuan dibentuk melalui proses sosial dan budaya yang telah
diperkenalkan sejak lahir. Ketika terlahir bayi laki-laki maka orang tua akan
mengecat kamar bayi dengan warna biru, dihiasi dengan gambar mobil-mobilan dan
pesawat, serta memberikannya mainan seperti bola, robot-robotan, dan tamia.
Apabila terlahir bayi perempuan maka orang tua akan mengecat kamar bayinya
dengan warna merah jambu, menghiasinya dengan gambar hello kitty, dan menyiapkan
boneka-boneka lucu untuk putrinya. Watak sosial budaya selalu mengalami
perubahan dalam sejarah, gender juga berubah dari waktu ke waktu, dari satu
tempat ke tempat lain. Sementara jenis kelamin sebagai kodrat Tuhan tidak
mengalami perubahan dengan konsekuensi-konsekuensi logisnya (Elfi Muawanah,
2009: 8).
Masyarakat
menentukan dan membentuk sifat-sifat individu, yang mencakup penampilan,
pakaian, sikap, dan kepribadian. Jika ia seorang lakilaki maka ia harus
terlihat maskulin dan apabila ia perempuan maka ia harus feminim. Maskulinitas
seorang laki-laki ditunjukkan dengan karakter yang gagah berani, kuat, tangguh,
pantang menyerah, egois, dan berpikir rasional. Apabila sifat-sifat tersebut
banyak ditinggalkan atau bahkan tidak dimiliki oleh seorang laki-laki, maka ia
akan dianggap sebagai laki-laki yang kebancibancian. Feminimitas seorang
perempuan ditunjukkan dengan karakter yang lembut, rendah hati, anggun, suka
mengalah, keibuan, lemah, dan dapat memahami kondisi orang lain. Apabila
sifat-sifat positif ini banyak ditinggalkan oleh seorang wanita, atau bahkan
tidak dimilikinya, maka wanita yang bersangkutan dikatakan sebagai wanita yang
tidak menarik (HeniyAstiyanto, 2006: 310).
Sesungguhnya
perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selamatidak melahirkan
ketidakadilan gender, namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender
telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama
terhadap kaum perempuan (Mansour Fakih, 2008: 12). Ketidaksetaraan gender juga
disebabkan oleh adanya sikap bias gender yang didasarkan
pengetahuan-pengetahuan masyarakat yang memiliki kecenderungan bersifat tidak
adil gender. Kultur sosial budaya yang ada menempatkan perempuan pada kelas
kedua, perempuan lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki. Budaya hegemoni
patriarkhi menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga, organisasi,
maupun politik,sehingga partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan masih
relatif rendah. Kurangnya kesempatan yang dimiliki perempuan untuk ikut serta dalam
pengambilan keputusan atau bahkan menjadi pemimpin dari suatu organisasi,
membuat perempuan lebih memilih bersikap pasif. Peraturan perusahaan dalam
pelaksanaannya harus adil dan setara untuk seluruh pekerja laki-laki maupun
perempuan. Persepsi pekerja tentang pelaksanaan peraturan tersebut dinilai penting
untuk memastikan bahwa perusahaan telah memberikan hak-hak pekerjanya secara
adil dan setara, serta untuk memastikan pekerja telah memperoleh akses,
partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama dari pelaksanaan peraturan
kerja tersebut. Persepsi pekerja
tersebut nantinya akan menjadi input atau masukan untuk perbaikan pelaksanaan
peraturan kerja di perusahaan.
Sejauh ini
persoalan gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara
dari perspektif pria sendiri belum begitu banyak di bahas. Dominannya persepektif
perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan,
karena akhirnya berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum lelaki. Setiap
individu itu unik. Tidak ada dua orang yang persis sama. Meski ada kesamaan dan
kemiripan secara fisik, namun karakter atau kepribadian maupun perilakunya
tidaklah sama. Perbedaan-perbedaan individual yang ada bukanlah hal yang
mengejutkan. Perbedaan-perbedaan itu meliputi berbagai aspek,di antaranya
terkait dengan sikap, perspesi dan kemampuan. Seseorang bisa dipengaruhi oleh
orang lain, situasi, kebutuhan, dan pengalaman masa lalu. Studi mengenai
perbedaan individual seperti sikap, persepsi, dan kemampuan dapat membantu
seorang manajer dalam suatu organisasi untuk menjelaskan
perbedaan-perbedaandalam tingkat kinerja karyawan (Gibson et al., 2003). Karyawan yang bergabung dalam sebuah
organisasi harus menyesuaikan diri pada sebuah lingkungan baru, orang-orang
baru, dan tugas-tugas baru. Bagaimana seseorang menyesuaikan dirinya dengan
situasi dan orang lain utamanya tergantung pada kesiapan psikologisnya dan
latar belakang personal. Beberapa wanita lebih baik dalam menjadi salespeople
daripada beberapa pria. Sebaliknya, beberapa pria lebih baik dalam
menjadi pemberi perhatian daripada beberapa wanita. Pencarian kemiripan dan
perbedaan dalam gender tampaknya terus berlanjut karenamayoritas penelitianberbasis
organisasi telah dilakukan dengan menggunakan sampel pria (Gibson et al., 2003).
Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan
perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan
dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak
kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur
adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati
(gender). Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan
kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada
manusia perempuan dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang
dinamis dan tepat serta cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep gender secara sosial telah
melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara
umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan
bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada
cara pandang kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan
sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologis
yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.
Kata
“gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status
dan tanggungjawab pada laki-laki
dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil
kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender
bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu
berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat
dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya
setempat.
Sebelum
berbicara lebih jauh mengenai gender,
ada baiknya dijelaskan mengenai pengertian gender terlebih dahulu. Subhan
(2004) menuliskan dalam artikelnya bahwa gender adalah perbedaan dan fungsi
peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab
laki-laki dan perempuan, sehingga gender belum tentu sama di tempat yang berbeda,
dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan
Tuhan. Oleh karena itu, gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana
seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata
nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada.
Dengan demikian gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab
antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk atau dikonstruksi oleh sosial budaya
dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Sementara itu, ada istilah lain
yang dianggap banyak orang memiliki arti atau makna yang serupa dengan gender,
yaitu seks. Padahal, kedua istilah ini memiliki makna yang berbeda. Seks
(kodrat) adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang
telah ditentukan oleh Tuhan. Seks merupakan
property variable,yang bersifat given. Oleh karena itu, ia tidak dapat
ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala,sekarang dan
berlaku selamanya (Subhan, 2004).
Dengan
demikian, perbedaan gender dan jenis kelamin (seks) adalah bahwa gender itu
dapat berubah, dapat dipertukarkan, tergantung waktu, budaya setempat, dan
bukan merupakankodrat Tuhan, melainkan buatan manusia. Lain halnya dengan seks,
seks tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan, berlaku sepanjang masa, berlaku
dimana saja, di belahan dunia manapun, dan merupakan kodrat atau ciptaan Tuhan
(Subhan, 2004).3 Sayangnya,gender masih diartikan oleh masyarakat sebagai
perbedaan jenis kelamin. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu
konstruksi budaya tentang peran fungsi dan tanggung jawab sosial antara
laki-laki dan perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran
sosial dan tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan
perempuan. Hanya saja bila dibandingkan,
diskriminasi terhadap perempuan
kurang menguntungkan dibandingkan
laki-laki (Subhan, 2004).
II.
Rumusan
Masalah
1. Apa
peran gender dalam keluarga ?
III.
Rumusan
Masalah
1. Untuk
mengetahui peran gender dalam keluarga
BAB
II
TELAAH
LITERATUR
1.1 Pengertian
Gender
Gender
adalah suatu konsep yang merunjuk pada sistem peranan dan hubungannya antar
perempuan dan lelaki yang tidak
ditentukan oleh perbedaan biologi, akan tetapi ditentukan oleh
lingkungan sosial, politik, dan ekonomi (Vitalaya S Hubies, 2010) . Gender adalah
seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi
laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksikan secara sosial dalam suatu
masyarakat (WHO, 2012) . Kata gender dalam istilah bahasa Indonesia sebenarnya
berasal dari bahasa inggris. Yaitu ‘gender’ istilah gender pertama kali diperkenalkan
oleh Robert Stoller untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat
sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal ciri fisik biologis. Dalam ilmu
sosial orang yang juga sangat berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian
gender ini adalah Ann Oakley. Sebagaimana Stoller. Oakley mengartikan gender
sebagai konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan pada manusia yang dibangun
oleh kebudayaan manusia (Dr. Riant Nugroho, 2011). Analisis
gender adalah suatu
metode atau alat
untuk mendeteksi kesenjangan
atau disparitas gender melalui penyediaan data dan fakta serta informasi
tentang gender yaitu data yang terpilah antara laki-laki dan perempuan dalam
aspek akses, peran, kontrol dan manfaat. Dengan
demikian analisis gender
adalah proses menganalisis
data dan informasi
secara sistematis tentang
laki-laki dan perempuan
untuk mengidentifikasi dan
mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran
dan tanggung jawab
laki-laki dan perempuan,
serta faktor-faktor yang mempengaruhi.
Syarat utama terlaksananya
analisis gender adalah
tersedianya data terpilah berdasarkan
jenis kelamin. Data
terpilah adalah nilai
dari variabel variabel
yang sudah terpilah antara
laki-laki dan perempuan
berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang menjadi
perhatian. Data terdiri
atas data kuantitatif
(nilai variabel yang
terukur, biasanya berupa numerik)
dan data kualitatif
(nilai variable yang tidak
terukur dan sering
disebut atribut, biasanya berupa informasi).
1.1 Pengertian
Keluarga
Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di
dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Berdasar Undang-Undang
52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I
pasal 1 ayat 6 pengertian Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami istri; atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan anaknya
(duda), atau ibu dan anaknya (janda).
1.2 Jenis
Keluarga
Ada beberapa jenis
keluarga, yakni:
·
Keluarga
inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak.
·
Keluarga
konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak mereka yang
terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua.
·
Keluarga
luas yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga aslinya.Keluarga
luas meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keluarga nenek.
1.3 Peran Keluarga
Peranan keluarga
menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi
dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok
dan masyarakat.
Berbagai peranan yang
terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:
·
Ayah
sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, berperan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
·
Ibu
sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peran untuk mengurus
rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai
salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
·
Anak-anak
melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik
fisik, mental, sosial, dan spiritual.
1.4 Tugas Keluarga
Pada dasarnya tugas keluarga ada
delapan tugas pokok sebagai berikut :
·
Pemeliharaan
fisik keluarga dan para anggotanya.
·
Pemeliharaan
sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
·
Pembagian
tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
·
Sosialisasi
antar anggota keluarga.
·
Pengaturan
jumlah anggota keluarga.
·
Pemeliharaan
ketertiban anggota keluarga.
·
Penempatan
anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
·
Membangkitkan
dorongan dan semangat para anggotanya.
BAB
III
PEMBAHASAN
1. Peran
Gender Dalam Keluarga
Peran
gender adalah dimana peran laki-laki dan perempuan yang dirumuskan oleh
masyarakat berdasarkan tipe seksual maskulin dan feminitasnya. Misal peran
laki-laki ditempatkan sebagai pemimpin dan pencari nafkah karena dikaitkan
dengan anggapan bahwa laki-laki adalah makhluk yang lebih kuat, dan identik
dengan sifat-sifatnya yang super dibandingkan dengan perempuan. Didalam
undang-undang perkawinan ditetapkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala
keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. suami wajib melindungi istri, dan
memberikan segala sesuatu sesuai dengan keperluannya, sedangkan kewajiban istri
adalah mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. dengan pembagian
peran tersebut, berarti peran perempuan yang resmi diakui yaitu peran mengatur
urusan rumah tangga seperti membersihkan rumah, mencuci baju, memasak, merawat
anak.
Pembedaan peran antara
laki-laki dan perempuan berdasarkan gender dapat dibagi menjadi 4:
1.
Pembedaan
peran dalam hal pekerjaan, misalnya laki-laki dianggap pekerja yang
produktif
yakni jenis pekerjaan yang menghasilkan uang (dibayar), sedangkan perempuan
disebut sebagai pekerja reproduktif yakni kerja yang menjamin pengelolaan
seperti mengurusi pekerjaan rumah tangga dan biasanya tidak menghasilkan uang
2.
Pembedaan
wilayah kerja, laki-laki berada diwilayah publik atau luar rumah dan
perempuan
hanya berada didalam rumah atau ruang pribadi.
3.
Pembedaan
status, laki-laki disini berperan sebagai aktor utama dan perempuan
hanya
sebagai pemain pelengkap.
4.
Pembedaan
sifat, perempuan dilekati dengan sifat dan atribut feminin seperti halus,
sopan, penakut, "cantik" memakai perhiasan dan cocoknya memakai rok.
dan laki-laki dilekati dengan sifat maskulinnya, keras, kuat, berani, dan
memakai pakaian yang praktis.
Namun pada kenyataan saat ini sudah tidak adanya
pembedaan peran gender seperti yang telah disebutkan. saat ini peran antara laki
dan perempuan hampirlah sama, tidak ada pembedaan siapa yang harus memberi
nafkah siapa yang harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. karena pada
faktanya banyak perempuan yang dapat menafkahi keluarganya sendiri, dan atau
antara suami dan istri sama-sama mencari nafkah.
BAB
IV
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Gender
adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana laki lakidan
perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
oleh kultur setempat yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan, dan posisi
dalam masyarakat tersebut. Seks atau jenis kelamin merupakan perbedaan antara
laki-laki dengan perempuan berdasarkan ciri biologisnya. Gender bukanlah kodrat
ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu, gender berkaitan dengan proses
keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak
sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat
mereka berada. Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia
yang tidak bersifat kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat
ke tempat lain dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat
kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia
lainnya tergantung waktu dan budaya setempat.
DAFTAR
PUSTAKA
Dewi, Julia Rosdiana., Luky
Patricia Widianingsih, Vierly Ananta Upa. Juni
2014.” Analisis
Perbedaan Gender
terhadap Perilaku Etis, Orientasi Etis dan Profesionalisme pada Auditor KAP di
Surabaya”. Jurnal Gema Aktualita Vol 3 No
1, Juni 2014.
Purnamaningsih, Ni Ketut Ayu, November 2016.” Pengaruh Gender, Usia, Tingkat
Pendidikan, dan Status
Sosial Ekonomi Terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi”. Jurnal Akuntansi Vol 7 No 2, November
2016.
Wibowo, Edi Dwi, Juli 2011.”Peran Ganda Perempuan Dan
Kesetaraan Gender”. Vol 3 No 1,
Juli 2011.
Komentar
Posting Komentar